BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional. Lahirnya reformasi oleh karena pemerintah Orde Baru yang sebelumnya berjalan secara otoriter dan sentralistik yang tidak memberikan ruang demokrasi dan kebebasan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Gerakan Reformasi diawali ketika Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998.
Proses
kejatuhan Orde Baru telah tampak ketika Indonesia mengalami dampak langsung
dari krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Asia. Ketika krisis ini
melanda Indonesia, nilai rupiah jatuh secara drastis, dampaknya terus menggerus
di segala bidang kehidupan, mulai dari bidang ekonomi, politik, dan sosial.
Tidak sampai menempuh waktu yang lama, sejak pertengahan tahun 1997, ketika
krisis moneter melanda dunia, bulan Mei 1998, Orde Baru akhirnya runtuh.
Proses
menuju reformasi telah dimulai ketika wacana penentangan politik secara terbuka
kepada Orde Baru mulai muncul. Penentangan ini terus digulirkan oleh mahasiswa,
cendekiawan, dan masyarakat, mereka menuntut pelaksanaan proses demokratisasi
yang sehat dan terbebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang
muncul dampak tidak diimbanginya pembangunan fisik dengan pembangunan mental
terhadap para pelaksana pemerintah (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku
ekonomi. Mereka juga menuntut terwujudnya rule
of law, good governnance serta berjalannya pemerintahan yang bersih. Oleh
karena itu, bagi mereka reformasi merupakan sebuah era dan suasana yang
senantiasa terus diperjuangkan dan dipelihara. Jadi bukan hanya sebuah
momentum, namun sebuah proses yang harus senantiasa dipupuk.
Rumusan Masalah
Sebagaimana
latar belakang yang telah terurai di atas dan dengan batasan masa akhir Orde
Baru maka yang menjadi pokok permasalahannya adalah :
1. Apa
sajakah yang menjadi faktor terjadinya reformasi?
2. Bagaimana
perkembangan politik dan ekonomi pada masa tiap-tiap presiden yang pernah di
Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Politik dan Ekonomi
Bangsa Indonesia pada Masa Reformasi
A.
Periode
Pemerintahan Presiden B.J. Habibie
Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari
jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998, pada hari itu
juga Wakil Presiden B.J. Habibie dilantik menjadi presiden RI ketiga di bawah
pimpinan Mahkamah Agung di Istana Negara. Dasar hukum pengangkatan Habibie
adalah berdasarkan TAP MPR No.VII/MPR/1973 yang berisi “jika Presiden
berhalangan, maka Wakil Presiden ditetapkan menjadi Presiden”.
Dalam pidato pertamanya pada tanggal 21 Mei 1998,
malam harinya setelah dilantik sebagai Presiden, pukul 19.30 WIB di Istana
Merdeka yang disiarkan langsung melalui RRI dan TVRI, B.J. Habibie menyatakan
tekadnya untuk melaksanakan reformasi. Pidato tersebut bisa dikatakan merupakan
visi kepemimpinan B.J. Habibie guna menjawab tuntutan reformasi secara cepat
dan tepat. Beberapa poin penting dari pidatonya tersebut adalah kabinetnya akan
menyiapkan proses reformasi di ketiga bidang yaitu :
1. Di
bidang politik antara lain dengan memperbarui berbagai perundang-undangan dalam
rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa PEMILU
sebagaimana yang diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
2. Di
bidang hukum antara lain meninjau kembali UU Subversi.
3. Di
bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian undang-undang yang menghilangkan
praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat
Di samping itu pemerintah akan tetap melaksanakan
semua komitmen yang telah disepakati dengan pihak luar negeri, khususnya dengan
melaksanakan program reformasi ekonomi sesuai dengan kesepakatan dengan IMF.
Pemerintah akan tetap menjunjung tinggi kerja sama regional dan internasional,
seperti yang telah dilaksanakan selama ini dan akan berusaha dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya mengembalikan dinamika pembangunan bangsa Indonesia yang
dilandasi atas kepercayaan nasional dan internasional yang tinggi.
a.
Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan
Sehari setelah dilantik, B.J. Habibie
telah berhasil membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Reformasi
Pembangunan’. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari 36 Menteri, yaitu 4
Menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang
memimpin Departemen, dan 12 Menteri Negara yang memimpin tugas tertentu. Dalam
Kabinet Reformasi Pembangunan tersebut terdapat sebanyak 20 orang yang
merupakan Menteri pada Kabinet Pembangunan era Soeharto.
Pada sidang pertama Kabinet Reformasi
Pembangunan, 25 Mei 1998, B.J. Habibie memberikan pengarahan bahwa pemerintah
harus mengatasi krisis ekonomi dengan dua sasaran pokok, yakni tersedianya
bahan makanan pokok masyarakat dan berputarnya kembali roda perekonomian
masyarakat. Pusat perhatian Kabinet Reformasi Pembangunan adalah meningkatkan
kualitas, produktivitas dan daya saing ekonomi rakyat, dengan memberi peran
perusahaan kecil, karena terbukti memiliki ketahanan ekonomi dalam menghadapi
krisis.
b.
Sidang Istimewa MPR 1998
Di tengah maraknya gelombang demonstrasi
mahasiswa dan desakan kaum intelektual terhadap legitimasi pemerintahan Habibie,
pada 10-13 November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk menetapkan
langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di segala bidang.
c.
Reformasi Bidang Politik
Sesuai dengan TAP MPR No.X/MPR/1998,
Kabinet Reformasi Pembangunan telah berupaya melaksanakan sejumlah agenda
politik, yaitu merubah budaya politik yang diwariskan oleh pemerintahan
sebelumnya, seperti pemusatan kekuasaan, dilanggarnya prinsip-prinsip
demokrasi, terbatasnya partisipasi politik rakyat, menonjolnya pendekatan
represif yang menekankan keamanan dan stabilitas, serta terabaikannya
nilai-nilai Hak Asasi Manusia dan prinsip supremasi hukum.
Beberapa hal yang telah dilakukan B.J.
Habibie adalah :
•
Diberlakukannya Otonomi Daerah yang lebih
demokratis dan semakin luas. Dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah
serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan akan
meminimalkan ancaman disintegrasi bangsa. Otonomi daerah ditetapkan melalui
Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998.
•
Kebebasan berpolitik dilakukan dengan
pencabutan pembatasan partai politik. Mulai awal keputusan kebebasan
mendirikan partai politik hingga
menjelang pemilihan umum, tercatat yang berhak mengikuti Pemilihan Umum
sebanyak 48 partai. Dalam hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah
mencabut larangan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.
•
Pencabutan ketetapan untuk meminta Surat
Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak, sehingga media massa cetak tidak lagi
khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan Surat Izin Terbit.
d.
Pelaksanaan Pemilu 1999
Pemilu 1999 adalah penyelenggaraan pemilu
multipartai (yang diikuti oleh 48 partai politik). Sebelum menyelenggarakan
pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang partai politik,
tentang pemilu, dan tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan
menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya terdiri dari
wakil partai politik dan wakil pemerintahan. Dengan masa persiapan yang tergolong singkat, pelaksanaan
pemungutan suara pada pemilu 1999 ini dapat dikatakan sesuai dengan jadwal, 7
Juni 1999.
Tidak seperti yang diprediksi dan
dikhawatirkan oleh banyak pihak, ternyata pemilu 1999 bisa terlaksana dengan
damai tanpa ada kekacauan yang berarti meski diikuti partai yang jauh lebih
banyak, pemilu kali ini juga mencatat masa kampanye yang relatif damai
dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Pemilu 1999, dinilai oleh banyak
pengamat sebagai pemilu yang paling demokratis dibandingkan 6 kali pelaksanaan
pemilu sebelumnya.
e.
Pelaksanaan Referendum Timor-Timur
Satu peristiwa penting yang terjadi yang
terjadi pada masa pemerintahan Presiden B.J Habibie diadakannya Referendum bagi
rakyat Timor-Timur untuk menyelesaikan permasalahan Timor-Timur yang merupakan
warisan dari pemerintahan sebelumnya. Harus diakui bahwa integrasi Timor-Timur
(Tim-Tim) ke wilayah RI tahun 1975 yang dikukuhkan oleh TAP MPR No.
VI/M7PR/1978, atas kemauan sebagian warga Timor-Timur tidak pernah mendapatkan
pengakuan internasional.
Di berbagai forum internasional posisi
Indonesia selalu dipojokkan. Sebanyak 8 resolusi Majelis Umum PBB dan 7
resolusi Dewan Keamanan PBB telah dikeluarkan. Dalam perundingan Tripartit
Indonesia menawarkan gagasan segar, yaitu otonomi yang luas baik Timor-Timur.
Gagasan yang disetujui oleh Portugal namun dengan prinsip yang berbeda, yaitu
otonomi yang luas ini sebagai solusi antara (masa transisi antara 5-10 tahun)
bukan solusi akhir seperti yang ditawarkan Indonesia.
Karena itu, melalui kajian yang mendalam
dan setelah berkonsultasi dengan Pimpinan DPR dan Fraksi-fraksi DPR, pemerintah
menawarkan alternatif lain. Jika mayoritas masyarakat Timor-Timur menolak Otonomi
Luas dalam sebuah “jajak pendapat”, maka adalah wajar dan bijaksana bahan
demokratis dan konstitusional, jika pemerintah mengusulkan Opsi kedua kepada
Sidang Umum MPR, yaitu mempertimbangkan pemisahan Timor-Timur dari NKRI secara
damai, baik-baik dan terhormat. Rakyat Timor-Timur melakukan jajak pendapat
pada 30 Agustus 1999 sesuai degan persetujuan New York. Hasil jajak
pendapat yang diumumkan PBB pada 4 September 1999, adalah 78,5% memilih merdeka
dan 21,5% tetap ingin menjadi bagian Indonesia.
f.
Reformasi Bidang Ekonomi
Kebijakan ekonomi Presiden B.J Habibie
dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari Dana Moneter Internasional yang
dimodifikasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia yang
semakin memburuk. Reformasi ekonomi mempunyai tiga tujuan utama yaitu:
1. Merestrukturisasi
dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan.
2. Memperkuat
basis sektor riil ekonomi.
3. Menyediakan
jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat krisis.
Secara perlahan Presiden Habibie berhasil
membawa perekonomiannya melangkah kearah yang jauh lebih baik dibandingkan
dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk, ketika terjadinya peralihan
kepemimpinan nasional dari Soeharto kepada Habibie. Pemerintahan Habibie
berhasil menurunkan laju inflasi dan distribusi kebutuhan pokok mulai kembali
berjalan dengan baik. Selain itu, yang paling signifikan adalah nilau tukar
rupiah mengalami penguatan secara simultan hingga menyentuh Rp. 6.700,-/dolar
AS pada bulan Juni 1999. Padahal pada bulan yang sama tahun sebelumnya masih
sekitar Rp. 15.000,-/dolar AS. Meski saat naiknya eskalasi menjelang Sidang
Umum MPR Rupiah sedikit melemah mencapai Rp. 8000,-/dolar AS.
B.
Periode
Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden tidak
terlepas dari keputusan MPR yang menolak laporan pertanggung jawaban Presiden
B.J Habibie. Berkat dukungan partai-partai Islam yang tergabung dalam Poros
Tengah, Abdurrahman Wahid mengungguli calon presiden lain yakni Megawati
Soekarno Putri dalam pemilihan presiden yang dilakukan melalui pemungutan suara
dalam rapat paripurna ke-13 MPR.
Di awal pemerintahannya Presiden
Abdurrahman Wahid membubarkan dua departemen yakni Departemen Penerangan dan
Departemen Sosial dengan alasan perampingan struktur pemerintahan. Pembubaran
Departemen Penerangan dan Sosial diiringi dengan pembentukan Departemen
Eksplorasi Laut melalui Keputusan Presiden No. 355/M tahun 1999 tanggal 26
Oktober 1999.
a. Reformasi Bidang Hukum dan
Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid,
MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 8 Agustus 2000.
Amandemen tersebut berkaitan dengan susunan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri atas pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten
dan kota. Amandemen ini sekaligus mengubah pelaksanaan proses pemilihan umum
berikutnya yakni pemilik hak suara dapat memilih langsung wakil-wakil mereka di
tiap tingkat Dewan Perwakilan tersebut. Selain amandemen tersebut, upaya
reformasi di bidang hukum dan pemerintahan juga menyentuh institusi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas unsur TNI dan Polri.
Pemisahan TNI dan Polri juga merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi masing-masing
unsur tersebut. TNI dapat memfokuskan diri dalam menjaga kedaulatan wilayah
Republik Indonesia dari ancaman kekuatan asing, sementara Polri dapat lebih
berkonsentrasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Pencapaian lain pemerintahan Abdurrahman
Wahid adalah pemulihan hak minoritas keturunan Tionghoa untuk menjalankan
keyakinan mereka yang beragama Konghucu melalui Keputusan Presiden No. 6 tahun
2000 mengenai pemulihan hak-hak sipil penganut. Pada masa pemerintahannya,
Presiden Abdurrahman Wahid berupaya mengurangi campur tangan negara dalam
kehidupan umat beragama namun di sisi lain ia justru mengambil sikap yang
berseberangan dengan sikap partai politik pendukungnya terutama dalam kasus
komunisme dan masalah Israel. Sikap Presiden Abdurrahman Wahid yang cenderung
mendukung pluralisme dalam masyarakat termasuk dalam kehidupan beragama dan
hak-hak kelompok minoritas merupakan salah satu titik awal munculnya berbagai
aksi penolakan terhadap kebijakan dan gagasan-gagasannya.
Dalam kasus komunisme, Presiden
Abdurrahman Wahid melontarkan gagasan kontroversial yaitu gagasan untuk
mencabut Tap.MPRS No.XXV tahun 1966 tentang larangan terhadap Partai Komunis
Indonesia dan penyebaran Marxisme dan Leninisme. Gagasan tersebut mendapat
tantangan dari kalangan Islam termasuk Majelis Ulama Indonesia dan tokoh-tokoh
organisasi massa dan partai politik Islam. Berbagai reaksi tersebut membuat
Presiden Abdurrahman Wahid mengurungkan niatnya untuk membawa rencana dan
gagasannya ke Sidang Tahunan MPR tahun 2000.
Selain masalah komunisme, benturan
Presiden Abdurrahman Wahid dengan organisasi massa dan partai politik Islam
yang notabene justru menjadi pendukungnya saat ia terpilih menjadi presiden
adalah gagasannya untuk membuka hubungan dagang dengan Israel, Gagasannya tersebut
mendapat tantangan keras mengingat Israel adalah negara yang menjajah dan telah
banyak melakukan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap warga
Palestina yang mayoritas beragama Islam. Membuka hubungan dagang dengan Israel
sama saja dengan melanggar apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang
menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang menyerukan agar penjajahan di
atas dunia dihapuskan.
Kemudian, pada 1 Februari 2001 DPR
menyetujui dan menerima hasil kerja Pansus. Keputusan tersebut diikuti dengan
dengan memorandum yang dikeluarkan DPR berdasarkan Tap MPR No. III/MPR/1978
Pasal 7 untuk mengingatkan bahwa presiden telah melanggar haluan negara yaitu
melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan dan melanggar Tap MPR No.
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas KKN. (Gonggong & Asy'asri
ed,2005:221) Presiden Abdurrahman Wahid tidak menerima isi memorandum tersebut
karena dianggap tidak memenuhi landasan konstitusional. DPR sendiri kembali
mengeluarkan memorandum kedua dalam rapat paripurna DPR yang diselenggarakan
pada tanggal 30 April 2000. Rapat tersebut memberikan laporan pandangan akhir
fraksi-fraksi di DPR atas tanggapan presiden terhadap memorandum pertama.
Ketegangan antara pendukung presiden dan
pendukung diselenggarakannya Sidang Istimewa MPR tidak menyurutkan niat DPR
untuk menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR. Presiden sendiri menganggap bahwa
landasan hukum memorandum kedua belum jelas. DPR akhirnya menyelenggarakan
rapat paripurna untuk meminta MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR. Pada tanggal
21 Juli 2001 MPR menyelenggarakan Sidang Istimewa yang dipimpin oleh ketua MPR
Amien Rais. Di Sisi lain Presiden Abdurrahman Wahid memuaskan bahwa ia tidak
akan mundur dari jabatan presiden dan sebaliknya menganggap bahwa sidang
istimewa tersebut melanggar tata tertib MPR sehingga tidak sah dan ilegal.
Menyadari posisinya yang terancam,
presiden selanjutnya mengeluarkan Maklumat Presiden tertanggal 22 Juli 2001.
Maklumat tersebut selanjutnya disebut Dekrit Presiden. Secara umum, dekrit
tersebut berisi tentang pembekuan MPR dan DPR RI, mengembalikan kedaulatan ke
tangan rakyat dan mempersiapkan pemilu dalam waktu satu tahun dan menyelamatkan
gerakan reformasi dari hambatan unsur-unsur Orde Baru sekaligus membekukan
Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung. Namun isi dekrit
tersebut tidak dapat dijalankan terutama karena TNI dan Polri yang
diperintahkan untuk mengamankan langkah-langkah penyelamatan tidak melaksanakan
tugasnya. Seperti yang dijelaskan oleh Panglima TNI Widodo AS, sejak Januari
2001 , baik TNI maupun Polri konsisten untuk tidak melibatkan diri dalam
politik praktis.
Sikap TNI dan Polri tersebut turut
memuluskan jalan bagi MPR untuk kembali menggelar Sidang Istimewa dengan agenda
pemandangan umum fraksi-fraksi atas pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman
Wahid yang dilanjutkan dengan pemungutan suara untuk menerima atau menolak
Rancangan Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban Presiden
Abdurrahman Wahid dan Rancangan Ketetapan MPR No. III/MPR/2001 tentang
penetapan Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden Republik
Indonesia. Seluruh anggota MPR yang hadir menerima dua ketetapan tersebut.
Presiden dianggap telah melanggar haluan negara karena tidak hadir dan menolak
untuk memberikan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR termasuk
penerbitan Maklumat Presiden RI. Dengan demikian MPR memberhentikan Abdurrahman
Wahid sebagai Presiden dan mengangkat Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri
sebagai presiden kelima Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001.
C.
Periode
Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri
Presiden Megawati Soekarno Putri mengawali
tugasnya sebagai presiden kelima Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet
Gotong Royong. Kabinet ini memiliki lima agenda utama yakni membuktikan sikap
tegas pemerintah dalam menghapus KKN, menyusun langkah untuk menyelamatkan
rakyat dari krisis yang berkepanjangan, meneruskan pembangunan politik,
mempertahankan supremasi hukum dan menciptakan situasi sosial kultural yang
kondusif untuk memajukan kehidupan masyarakat sipil, menciptakan kesejahteraan
dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan keamanan dan hak asasi manusia.
Hingga akhir pemerintahan Presiden Megawati, masih banyak kasus KKN yang ada
belum dapat diselesaikan.
a.
Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati,
MPR kembali melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 10 November
2001. Amandemen tersebut meliputi penegasan Indonesia sebagai negara hukum dan
kedaulatan berada di tangan rakyat. Salah satu perubahan penting terkait dengan
pemilihan umum adalah perubahan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden
yang dipilih langsung oleh rakyat dan mulai diterapkan pada pemilu tahun 2004.
Dengan demikian rakyat akan berpartisipasi dalam pemilihan umum untuk memilih
calon anggota legislatif, presiden dan kepala daerah secara terpisah. Hal lain
yang dilakukan terkait dengan reformasi di bidang hukum dan pemerintahan adalah
pembatasan wewenang MPR, kesejajaran kedudukan antara presiden dan DPR yang
secara langsung menguatkan posisi DPR, kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
penetapan APBN yang diajukan oleh presiden dan penegasan wewenang BPK.
Salah satu bagian penting amandemen yang
dilakukan MPR terkait upaya pemberantasan KKN adalah penegasan kekuasaan
kehakiman sebagai kekuasaan independen untuk menyelenggarakan peradilan yang
adil dan bersih guna menegakkan hukum dan keadilan dilakukan oleh Mahkamah
Agung. Amandemen ini memberikan kekuatan bagi penegak hukum untuk menembus
birokrasi yang selama ini disalahgunakan untuk mencegah penyelidikan terhadap
tersangka kejahatan terlebih jika sebuah kasus menimpa pejabat pemerintah yang
tengah berkuasa. Upaya lain untuk melanjutkan cita-cita reformasi di bidang
hukum adalah pencanangan pembentukan Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya
tanggal 1 7 Agustus 2003.
Selain beberapa amandemen terkait masalah
hukum dan pemerintahan, pemerintahan Presiden Megawati juga berupaya
melanjutkan upaya reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya
Undang-undang Pers dan Undang-undang Penyiaran. Dilihat dari Sisi kebebasan
mengeluarkan pendapat, keberadaan kedua undang-undang tersebut berdampak
positif namun di Sisi lain berbagai media yang diterbitkan oleh partai-partai politik
dan LSM sering kali melahirkan polemik dan sulit dikontrol oleh pemerintah.
b.
Reformasi Bidang Ekonomi
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia
sejak 1998 belum dapat dilalui oleh dua presiden sebelum Megawati sehingga
pemerintahannya mewarisi berbagai persoalan ekonomi yang harus dituntaskan.
Masalah ekonomi yang kompleks dan saling berkaitan menuntut perhatian
pemerintah untuk memulihkan situasi ekonomi guna memperbaiki kehidupan rakyat.
Wakil Presiden Hamzah Haz menjelaskan bahwa pemerintah merancang paket
kebijakan pemulihan ekonomi menyeluruh yang dapat menggerakkan sektor riil dan
keuangan agar dapat menjadi stimulus pemulihan ekonomi.
Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki
sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi
pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa reformasi yaitu Tap MPR RI No. IV/
MPR/1999 tentang garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004. Sesuai dengan
amanat GBHN 1999-2004, arah kebijakan penyelenggaraan negara harus dituangkan
dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) lima tahun yang ditetapkan oleh
presiden bersama DPR.
Minimnya kontroversi selama masa
pemerintahan Megawati berdampak positif pada sektor ekonomi. Hal ini membuat
pemerintahan Megawati mencatat beberapa pencapaian di bidang ekonomi dan
dianggap berhasil membangun kembali perekonomian bangsa yang sempat terpuruk
sejak beralihnya pemerintahan dari pemerintahan Orde Baru ke pemerintahan pada
era reformasi. Salah satu indikator keberhasilan pemerintahan Presiden Megawati
adalah rendahnya tingkat inflasi dan stabilnya cadangan devisa negara. Nilai
tukar rupiah relatif membaik dan berdampak pada stabilnya harga-harga barang.
Kondisi ini juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian
Indonesia yang dianggap menunjukkan perkembangan positif. Kenaikan inflasi pada
bulan Januari 2002 akibat kenaikan harga dan serta berbagai bencana lainnya
juga berhasil ditekan pada bulan Maret dan April 2002.
Namun berbagai pencapaian di bidang
ekonomi pemerintahan Presiden Megawati mulai menunjukkan penurunan pada paruh
kedua pemerintahannya. Pada pertengahan tahun 2002-2003 nilai tukar rupiah yang
sempat menguat hingga Rp. 8.500,- per dolar kemudian melemah seiring menurunnya
kinerja pemerintah. Di Sisi lain, berbagai pencapaian tersebut juga tidak
berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang ternyata masih banyak berada di
bawah garis kemiskinan.
Popularitas pemerintah juga menurun akibat
berbagai kebijakan yang tidak populis dan meningkatkan inflasi. Meningkatnya
inflasi berdampak buruk terhadap tingkat inflasi riil. Diantara kebijakan
tersebut adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) serta pajak pendapatan negara. (Sarwanto,
2004: 50). Selain itu, persoalan hutang luar negeri juga menjadi persoalan pada
masa pemerintahan Presiden Megawati karena pembayaran hutang luar negeri
mengambil porsi APBN yang paling besar yakni mencapai 52% dari total penerimaan
pajak yang dibayarkan oleh rakyat sebesar 219,4 triliun rupiah. Hal ini
mengakibatkan pemerintah mengalami defisit anggaran dan kebutuhan pinjaman
baru.
c. Masalah Disintegrasi dan Kedaulatan
Wilayah
Pemerataan ekonomi di seluruh wilayah
Indonesia merupakan salah satu pekerjaan rumah pemerintah Presiden Megawati.
Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya pembagian hasil sumber daya alam
menjadi masalah yang berujung pada keinginan untuk melepaskan diri dari NKRI
terutama beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam tetapi hanya
mendapatkan sedikit dari hasil sumber daya alam mereka. Dua provinsi yang
rentan untuk melepaskan diri adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Papua. Kebijakan represif yang diterapkan pada masa pemerintahan orde baru di
kedua provinsi tersebut menjadi alat propaganda efektif bagi kelompok-kelompok
yang ingin memisahkan diri.
Untuk meredam keinginan melepaskan diri
kedua provinsi tersebut, Presiden Megawati melakukan upaya-upaya untuk
menyelesaikan permasalahan disintegrasi dan memperbaiki persentase pembagian
hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah di kedua provinsi
tersebut. Berdasarkan UU no. 1b/2001 dan UU no.21/2001 baik provinsi NAD dan
Papua akan menerima 70% dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. Upaya
rakyat provinsi NAD juga dilakukan dengan melakukan kunjungan kerja ke Banda
Aceh pada tanggal 8 September 2001. Dalam kunjungan kerja tersebut, presiden
melakukan dialog dengan sejumlah tokoh Aceh dan berpidato di halaman Masjid
Raya Baiturrahman. Dalam kesempatan tersebut, presiden mensosialisasikan UU
no.18 tahun 2001 tentang otonomi khusus
provinsi NAD. Presiden Megawati juga menandatangani prasasti perubahan status
Universitas Malikussaleh Lhokseumawe menjadi universitas negeri.
Upaya Presiden Megawati untuk menjaga
keutuhan wilayah NKRI juga diuji saat pemerintah berusaha untuk menyelesaikan
sengketa status Pulau Sipadan dan Ligitan dengan pemerintah Malaysia. Sengketa
status kedua pulau tersebut tidak dapat diselesaikan melalui perundingan
bilateral antara pemerintah Indonesia dan Malaysia. Kedua negara sepakat untuk
membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pemerintah Indonesia
sejak tahun1997 telah memperjuangkan pengakuan internasional bahwa kedua pulau
tersebut merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Namun Mahkamah Internasional
pada akhirnya memutuskan bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian Malaysia.
Dari 17 hakim yang terlibat dalam proses keputusan Mahkamah Internasional,
satu-satunya hakim yang memberikan keputusan bahwa kedua pulau tersebut
merupakan bagian dari Indonesia adalah Hakim Ad Hoc Thomas Franck yang ditunjuk
oleh Indonesia. Terlepasnya Pulau Sipadan yang memiliki luas 10,4 hektar dan
Pulau Ligitan yang memiliki luas 7,9 hektar merupakan pukulan bagi diplomasi
luar negeri Indonesia setelah terlepasnya Timor Timur. Kasus ini juga
menunjukkan lemahnya diplomasi luar negeri Indonesia saat berhadapan dengan
negara lain terutama dalam sengketa perbatasan dengan negara-negara pedoman
dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan saat undang-undang
tersebut diberlakukan.
e. Upaya Pemberantasan KKN
Kendati berhasil melakukan berbagai
pencapaian di bidang ekonomi dan politik terutama dalam menghasilkan produk
undang-undang mengenai pelaksanaan ekonomi daerah, pemerintahan Presiden
Megawati belum berhasil melakukan penegakkan hukum (law enforcement) berbagai kasus KKN yang diharapkan dapat diselesaikan
pada masa pemerintahannya menujukan masih belum maksimalnya upaya Presiden
Megawati dalam menegakkan hukum terutama kasus-kasus KKN yang melibatkan
pejabat negara. Belum maksimalnya penanganan kasus-kasus tersebut juga
disebabkan karena kurangnya jumlah dan kualitas aparat penegak hukum sehingga
proses hukum terhadap beberapa kasus berjalan sangat lambat dan berimbas pada
belum adanya pembuktian dari kasus-kasus yang ditangani. Namun keseriusan
pemerintah untuk memerangi tindak pidana korupsi tercermin dari dikeluarkannya
UU no. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Produk hukum
tersebut merupakan produk hukum yang dikeluarkan khusus untuk memerangi
korupsi.
f. Pelaksanaan Pemilu 2004
Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama
dimana untuk pertama kalinya masyarakat pemilik hak suara dapat memilih wakil
rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah secara langsung. Pemilu untuk anggota
legislatif tersebut selanjutnya diikuti dengan pemilihan umum untuk memilih
presiden dan wakil presiden yang juga dipilih langsung oleh masyarakat. Pemilu
anggota legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden memiliki keterkaitan
erat karena setelah pemilu legislatif selesai, maka partai yang memiliki suara
lebih besar atau sama dengan 3% dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan
wakil presiden untuk maju ke pemilu presiden. Jika dalam pemilu presiden dan
wakil presiden terdapat satu pasangan yang memperoleh suara lebih lebih dari
50%, maka pasangan tersebut dianggap sebagai pemenang pemilu presiden. Jika
pada pemilu presiden tidak terdapat pasangan yang mendapat suara lebih dari 50%
maka pasangan yang mendapatkan suara tertinggi dan kedua berhak mengikuti
pemilu putaran kedua.
Pemilu legislatif 2004 yang
diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti sebanyak 24 partai politik.
Lima partai politik yang berhasil mendapatkan suara terbanyak oleh partai
Golkar (21,58% suara), PDI-P (18,53% suara), PKB (10,57% suara), PPP (8,15%
suara) dan PAN (6,44% suara). Berdasarkan perolehan suara tersebut, KPU
meloloskan 5 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dianggap memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan KPU no. 366 tahun 2004
untuk mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden yakni :
1. H. Wiranto, S.H. dan Ir. H. Salahudin Wahid
(Golkar)
2. Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad
Hasyim Muzadi (PDI-P)
3. Prof. Dr. H.M. Amien Rais dan Dr. Ir. H.
Siswono Yudohusodo (PAN)
4. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad
Jusuf Kalla (Demokrat)
5. Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc.
(PPP)
Pemilu presiden yang diselenggarakan pada
tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan calon pasangan yang mendapat suara lebih
dari 50% sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam
pemilu presiden putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September
2004, pasangan H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Moh. Jusuf Kalla
mengungguli pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H Ahmad Hasyim Muzadi.
D.
Periode
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden
pertama RI yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Susilo bambang Yudhoyono
yang sering disapa SBY dan Jusuf Kalla dilantik oleh MPR sebagai presiden dan
wakil presiden RI ke-6 pada tanggal 20 Oktober 2004. Terpilihnya pasangan ini
mengakibatkan munculnya berbagai aksi protes mahasiswa, diantaranya aksi yang
dilakukan oleh mahasiswa Univ. Udayana, Denpasar Bali, yang meminta agar
presiden terpilih segera merealisasikan janji-janji mereka selama kampanye presiden.
Tidak lama setelah terpilih, Presiden Bambang Susilo Yudhoyono sendiri segera
membentuk susunan kabinet pemerintahannya yang diberi nama Kabinet Indonesia
Bersatu.
Sejak awal pemerintahannya Presiden Susilo
bambang Yudhoyono memprioritaskan untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan
dan pengangguran serata pemberantasan KKN yang ia canangkan dalam program 100
hari pertama pemerintahannya. Program pengentasan kemiskinan berkaitan langsung
dengan upaya pemerataan dan pengurangan kesenjangan serta peningkatan
pembangunan terutama di daerah-daerah yang masih tertinggal. Salah satu program
pengentasan kemiskinan yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah
bantuan langsung tunai (BLT). Pada 2006, BLT dianggarkan sebesar 18,8 triliun
untuk 19,1 juta keluarga. Tahun 2007 dilakukan
BLT bersyarat bagi 500 ribu rumah tangga miskin di 7 provinsi, 51
kabupaten, 348 kecamatan. Bantuan tersebut meliputi bantuan tetap, pendidikan, kesehatan dengan rata-rata
bantuan per rumah tangga sebesar RP. 1.390.000.
Selain memfokuskan pada manusia dan rumah
tangganya, program pengentasan kemiskinan juga berupaya untuk memperbaiki fisik
lingkungan dan prasarananya seperti gedung sekolah, fasilitas kesehatan, jalan
air bersih, dll. Program 100 hari pertama presiden juga memberikan prioritas
pada peninjauan kembali RAPBN 2005, menetapkan langkah penegakkan hukum,
langkah awal penyelesaian konflik di Aceh dan Papua, stimulasi ekonomi nasional
dan meletakkan fondasi yang efektif untuk pendidikan nasional.
a. Upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
Sejak krisis yang dialami bangsa pada
tahun 1998, kondisi perekonomian masyarakat Indonesia belum pulih. Upaya
pengentasan kemiskinan yang juga pernah dicanangkan oleh presiden sebelumnya
masih belum terlaksana sepenuhnya. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya
sejumlah bencana alam terutama tragedi tsunami di Aceh yang merenggut banyak
korban dengan kerugian material yang sangat besar. Salah satunya adalah dengan
menetapkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2005 mengenai rencana induk
Rehabilitasi dan Rekonstruksi wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan
Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara.
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, upaya untuk pengentasan kemiskinan direalisasikan melalui
peningkatan anggaran disektor pertanian termasuk upaya untuk swasembada
pangan. Selain berupaya memperkuat
ketahanan pangan, pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono juga berupaya memperbaiki sektor pendidikan dengan
cara meningkatkan anggaran pendidikan yang semula berjumlah 21,49 triliun pada
tahun 2004 menjadi 50 triliun pada tahun 2007.
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono juga
memberikan perhatian besar pada permasalahan kesejahteraan rakyat lainnya
seperti sektor perumahan, pengembangan usaha kecil, peningkatan kesejahteraan
PNS termasuk prajurit TNI dan Polri dan juga kesejahteraan buruh.
b. Reformasi dibidang politik dan
upaya Kesolidan Pemerintahan
Pemerintahan yang solid berpengaruh
terhadap kelancaran jalannya program- program pemerintahan sehingga upaya untuk
menjaga kesolidan pemerintahan menjadi slah satu faktor penting keberhasilan
program pemerintah. Salah satu upaya untuk menjaga kesolidan koalisi pada
masa pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono adalah pembentukan Sekretariat Gabungan (Setgab) antara
Partai Demokrat dengan partai-partai politik lainnya yang mendukung SBY.
Pembentukan Setgab juga bertujuan untuk menyatukan visi dan misi pembangunan
agar arah koalisi yang dianggap SBY sesuai dengan kesepakatan bersama.
Selain itu, pemerintah juga mengupayakan
reformasi birokrasi yang mengedepankan aspek transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas dan menciptakan good
governance. Reformasi birokrasi terbut diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah karena proses pengambilan keputusan
dilakukan secara transparan dan dapat diakses oleh masyarakat terutama dalam
pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak
seperti masalah kenaikan BBM dan pengambilan terhadap para koruptor.
c. Upaya menyelesaikan konflik dalam
negeri
Selain berupaya untuk menjaga kedaulatan
wilayah dari ancaman luar, upaya internal yang dilakukan pemerintah untuk
menjaga kedaulatan wilayah adalah mencegah terjadinya disintegrasi di wilayah
konflik. Konflik berkepanjangan di wilayah Aceh dan Papua yang belum juga
berhasil diselesaikan pada masa presiden sebelumnya, mendapat perhatian serius
dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kendati telah dilakukan pendekatan baru
melalui dialog pada masa pemerintahan B.J Habibie termasuk dengan mencabut
status DOM yang diterapkan oleh pemerintah orde baru, namun konflik di Aceh
tidak kunjung selesai. Ditingkat internasional, upaya tersebut menghasilkan Geneva Agreement (Kesepakatan
Penghentian Permusuhan /Cessation of Hostilities Agreement (CoHA)) tujuan dari
kesepakatan tersebut adalah menghentikan segala bentuk pertempuran sekaligus
menjadi kerangka dasar dalam upaya negosiasi damai di antara semua pihak yang
berseteru di Aceh.
Selain berupaya menyelesaikan konflik Aceh
melalui perundingan, Presiden Bambang Yudhoyono juga melakukan pendekatan
langsung dengan masyarakat Aceh melalui kunjungan pada tanggal 26 November
2004. Dalam kunjungan tersebut, presiden SBY menerapkan pentingnya penerapan
otonomi khusus Aceh sebagai sebuah otonomi yang luas. Selain konflik di Aceh, konflik lain yang berpotensi menjadi
konflik berskala luas adalah konflik bernuansa agama di Poso. Konflik yang
dimulai pada tahun 1998 tersebut terus berlanjut hingga masa pemerintahan SBY.
Salah satu kebijakan presiden untuk menyelesaikan konflik Poso adalah dengan
mengeluarkan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 2005 tentang langkah-langkah
komprehensif penanganan masalah Poso. Melalui Impres tersebut, Presiden
menginstruksi untuk:
1. Melaksanakan
percepatan penanganan masalah Poso melalui langkah-langkah komprehensif,
terpadu dan terkoordinasi.
2. Mendak
secara tegas setiap kasus kriminal, korupsi dan teror serta mengungkapkan
jaringannya.
3. Upaya
penganganan masalah Poso dilakukan dengan tetap memperhatikan Deklarasi Malino
20 Desember 2001.
Selain konflik Aceh dan Poso, konflik lain
yang mendapat perhatian serius pemerintah adalah konflik di Papua. Seperti
halnya konflik Aceh, upaya untuk menyelesaikan konflik di Papua juga
mengedepankan aspek dialog dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Terkait dengan itu, presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga
mengeluarkan kebijakan otonomi khusus bagi Papua.
d. Pelaksanaan pemilu 2009
Berbagai pencapaian pada masa pemerintahan
presiden Susilo Bambang Yudhoyono meningkatkan popularitas dan kepercayaan
masyarakat kepadanya. Transparansi dan partisipasi masyarakat juga menjadi
faktor penting yang berperan sebagai modal sosial dalam pembangunan termasuk
adanya sinergi antara pemerintah dengan dunia usaha dan perguruan tinggi.
Berbagai pencapaian pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disaksikan
langsung oleh masyarakat menjadi modal bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
untuk kembali maju sebagai calon presiden pada pemilu presiden tahun 2009.
Berpasangan dengan seorang ahli ekonomi yakni Boediono, Presiden SBY berhasil
mendapatkan kembali mandat dari rakyat untuk memimpin Indonesia untuk masa
pemerintahan berikutnya.
e. Euforia Berdemokrasi: Demokrasi
Masa Reformasi
Reformasi 1998 yang menumbangkan
pemerintahan Orde baru memberikan ruang seluas-luasnya bagi perubahan sistem
dan penerapan demokrasi di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru yang sangat
sentralistik menimbulkan kesenjangan terutama bagi wilayah-wilayah yang
dianggap kang mendapat perhatian.
Ketika pemerintah Orde Baru tumbang,
keinginan untuk mendapatkan ruang politik dan pemerintahan untuk mengatur
wilayah sendiri menjadi keinginan masyarakat di daerah- darah yang pada akhirnya
melahirkan Undang-undang otonomi daerah. Pembagian hasil eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah juga
disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
Di bidang pers, euforia juga melahirkan
sejumlah media massa baru yang lebih bebas menyuarakan berbagai aspirasi
masyarakat. Namun, kebebasan dibidang pers harus tetap memperhatikan
aspek-aspek keadilan dan kejujuran dalam menyebarkan berita.
Pemerintahan SBY-Boediono berakhir
disebabkan masa jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI telah habis.
Pada tanggal 9 Juli 2014 dilaksanakan pemilu untuk memilih presiden dan wakil
Presiden RI untuk masa bakti 2014-2019. Pemilu 2014 ini dimenangi oleh pasangan
Joko Widodo- Jusuf Kalla.
E.
Periode
Pemerintahan Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden
Jusuf Kalla dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014. Sebelum menjabat sebagai
presiden, presiden Joko Widodo pernah menjabat sebagai Wali Kota Surakarta dan
Gubernur DI Jakarta.
Dalam pemerintahannya Joko Widodo dan
wakil Presiden Jusuf Kalla mengusung visi revolusi mental sebagai berikut.
a. Mengubah
mind set, yaitu cara berpikir dan
cara pandang dalam melakukan public
service
b. Struktur
organisasi harus ramping dan tidak boleh ada orang-orang dalam pemerintahan
yang memiliki ungsi ganda
c. Kultur
dan budaya kerja harus disiplin, tanggung jawab, mengedepankan kebersamaan dan
gotong royong.
Salah satu janji Presiden
Joko Widodo ketika masa kampanye Pilpres 2014 adalah membentuk kabinet
profesional dan mengurangi bagi-bagi kursi menteri dengan mitra koalisi.
Presiden Joko Widodo juga menyatakan adanya sistem seleksi mirip lelang jabatan
yang pernah ia terapkan dalam menyeleksi calon jabatan sebagai Gubernur DKI
Jakarta.
Kebijakan ekonomi pertama
yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo adalah kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) akibat naiknya harga minyak dunia. Kenaikan BBM berdampak pada kenaikan
bahan-bahan pokok dan tarif kendaraan umum yang cukup meresahkan rakyat.
Dibidang kelautan,
Presiden Joko Widodo menginstruksikan perlakuan keras terhadap pencurian ikan
ilegal. Ia meminta diadakan razia dan memberikan sanksi beberapa penenggelaman
kapal asing yang melanggar aturan. Sementara itu Joko Widodo membagikan 1.099
unit traktor tangan di Subang dengan harapan dapat menggenjot produksi petani.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di
atas dapat ditarik kesimpulan:
1. Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya reformasi adalah :
Bank Indonesia tidak mampu membendung
nilai rupiah yang semakin merosot sehingga pada bulan Januari 1998 nilai tukar
rupiah telah mencapai Rp 17.000,00/US$. Kondisi ini berdampak pada jatuhnya
bursa saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, dan
likuidasi beberapa bank nasional. Munculnya krisis moneter sejak tahun 1997 berdampak
pada perekonomian masyarakat Indonesia dan dunia usaha. Turunnya rupiah
menyebabkan pasar uang dan pasar modal terpuruk. Sejumlah perusahaan baik skala
besar maupun skala kecil mengalami kebangkrutan yang menyebabkan terjadinya
pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Peristiwa 27 Juli 1996
adalah kerusuhan dan perusakan gedung DPD-PDI yang membawa korban jiwa.
Pertikaian politik terus berlangsung sepanjang tahun 1996 dan meluas ketika
hasil pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 29 Mei 1997 memberi kemenangan
mutlak pada Golkar.
2. Perkembangan
politik dan ekonomi pada masa tiap-tiap presiden yang pernah di Indonesia :
Pada
pemerintahan B.J. Habibie beliau membentuk kabinet bernama Kabinet Reformasi
dan pembangunan Pemerintahan Habibie berhasil menurunkan laju inflasi dan
distribusi kebutuhan pokok mulai kembali berjalan dengan baik. Pada Periode
Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid beliau mengadakan pemulihan hak
minoritas keturunan Tionghoa untuk menjalankan keyakinan mereka yang beragama.
Pada Periode Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri melanjutkan upaya
reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Pers
dan Undang-undang Penyiaran. Pada Periode Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengupayakan reformasi birokrasi yang mengedepankan aspek
transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dan menciptakan good governance. Dan pada Periode
Pemerintahan Presiden Joko Widodo
berlaku keras terhadap pencurian ikan ilegal seperti mengadakan razia dan
memberikan sanksi berupa penenggelaman kapal asing yang melanggar aturan.
DAFTAR PUSTAKA
Shifa, Mutiara. 2015. Sejarah Indonesia. Klaten: Intan Pariwara
Kemendikbud. 2015. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kemendikbud
Rahata, Ringgo, dkk. 2018. Sejarah Indonesia. Klaten: Intan Pariwara
Wikipedia. “Sejarah Indonesia (1998–sekarang)”
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1998-sekarang), diakses pada
10 Januari 2019
Sarah.Aira. “Reformasi ekonomi dan politik”. http://sarahhifis29.blogspot.com/2012/05/reformasi-ekonomi-dan-politik.html,
diakses pada 12 Januari 2019
Academia. “Politik Dan Ekonomi Indonesia pada Masa
Reformasi”. https://www.academia.edu/28739599/Politik_Dan_Ekonomi_Indonesia_pada_Masa_Reformasi,
diakses pada 12 Januari 2019
0 komentar:
Post a Comment