15 December, 2020

MAKALAH PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA REFORMASI


 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional. Lahirnya reformasi oleh karena pemerintah Orde Baru yang sebelumnya berjalan secara otoriter dan sentralistik yang tidak memberikan ruang demokrasi dan kebebasan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Gerakan Reformasi diawali ketika Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998.

Proses kejatuhan Orde Baru telah tampak ketika Indonesia mengalami dampak langsung dari krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Asia. Ketika krisis ini melanda Indonesia, nilai rupiah jatuh secara drastis, dampaknya terus menggerus di segala bidang kehidupan, mulai dari bidang ekonomi, politik, dan sosial. Tidak sampai menempuh waktu yang lama, sejak pertengahan tahun 1997, ketika krisis moneter melanda dunia, bulan Mei 1998, Orde Baru akhirnya runtuh.

Proses menuju reformasi telah dimulai ketika wacana penentangan politik secara terbuka kepada Orde Baru mulai muncul. Penentangan ini terus digulirkan oleh mahasiswa, cendekiawan, dan masyarakat, mereka menuntut pelaksanaan proses demokratisasi yang sehat dan terbebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang muncul dampak tidak diimbanginya pembangunan fisik dengan pembangunan mental terhadap para pelaksana pemerintah (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi. Mereka juga menuntut terwujudnya rule of law, good governnance serta berjalannya pemerintahan yang bersih. Oleh karena itu, bagi mereka reformasi merupakan sebuah era dan suasana yang senantiasa terus diperjuangkan dan dipelihara. Jadi bukan hanya sebuah momentum, namun sebuah proses yang harus senantiasa dipupuk.

Rumusan Masalah

Sebagaimana latar belakang yang telah terurai di atas dan dengan batasan masa akhir Orde Baru maka yang menjadi pokok permasalahannya adalah :

1.      Apa sajakah yang menjadi faktor terjadinya reformasi?

2.      Bagaimana perkembangan politik dan ekonomi pada masa tiap-tiap presiden yang pernah di Indonesia?

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

Perkembangan Politik dan Ekonomi Bangsa Indonesia pada Masa Reformasi

A.    Periode Pemerintahan Presiden B.J. Habibie

Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998, pada hari itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie dilantik menjadi presiden RI ketiga di bawah pimpinan Mahkamah Agung di Istana Negara. Dasar hukum pengangkatan Habibie adalah berdasarkan TAP MPR No.VII/MPR/1973 yang berisi “jika Presiden berhalangan, maka Wakil Presiden ditetapkan menjadi Presiden”.

Dalam pidato pertamanya pada tanggal 21 Mei 1998, malam harinya setelah dilantik sebagai Presiden, pukul 19.30 WIB di Istana Merdeka yang disiarkan langsung melalui RRI dan TVRI, B.J. Habibie menyatakan tekadnya untuk melaksanakan reformasi. Pidato tersebut bisa dikatakan merupakan visi kepemimpinan B.J. Habibie guna menjawab tuntutan reformasi secara cepat dan tepat. Beberapa poin penting dari pidatonya tersebut adalah kabinetnya akan menyiapkan proses reformasi di ketiga bidang yaitu :

1.      Di bidang politik antara lain dengan memperbarui berbagai perundang-undangan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa PEMILU sebagaimana yang diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

2.      Di bidang hukum antara lain meninjau kembali UU Subversi.

3.      Di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian undang-undang yang menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat

Di samping itu pemerintah akan tetap melaksanakan semua komitmen yang telah disepakati dengan pihak luar negeri, khususnya dengan melaksanakan program reformasi ekonomi sesuai dengan kesepakatan dengan IMF. Pemerintah akan tetap menjunjung tinggi kerja sama regional dan internasional, seperti yang telah dilaksanakan selama ini dan akan berusaha dalam waktu yang sesingkat-singkatnya mengembalikan dinamika pembangunan bangsa Indonesia yang dilandasi atas kepercayaan nasional dan internasional yang tinggi.

a. Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan

Sehari setelah dilantik, B.J. Habibie telah berhasil membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan’. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari 36 Menteri, yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, dan 12 Menteri Negara yang memimpin tugas tertentu. Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan tersebut terdapat sebanyak 20 orang yang merupakan Menteri pada Kabinet Pembangunan era Soeharto.

Pada sidang pertama Kabinet Reformasi Pembangunan, 25 Mei 1998, B.J. Habibie memberikan pengarahan bahwa pemerintah harus mengatasi krisis ekonomi dengan dua sasaran pokok, yakni tersedianya bahan makanan pokok masyarakat dan berputarnya kembali roda perekonomian masyarakat. Pusat perhatian Kabinet Reformasi Pembangunan adalah meningkatkan kualitas, produktivitas dan daya saing ekonomi rakyat, dengan memberi peran perusahaan kecil, karena terbukti memiliki ketahanan ekonomi dalam menghadapi krisis.

b. Sidang Istimewa MPR 1998

Di tengah maraknya gelombang demonstrasi mahasiswa dan desakan kaum intelektual terhadap legitimasi pemerintahan Habibie, pada 10-13 November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk menetapkan langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di segala bidang.

c. Reformasi Bidang Politik

Sesuai dengan TAP MPR No.X/MPR/1998, Kabinet Reformasi Pembangunan telah berupaya melaksanakan sejumlah agenda politik, yaitu merubah budaya politik yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya, seperti pemusatan kekuasaan, dilanggarnya prinsip-prinsip demokrasi, terbatasnya partisipasi politik rakyat, menonjolnya pendekatan represif yang menekankan keamanan dan stabilitas, serta terabaikannya nilai-nilai Hak Asasi Manusia dan prinsip supremasi hukum.

Beberapa hal yang telah dilakukan B.J. Habibie adalah :

         Diberlakukannya Otonomi Daerah yang lebih demokratis dan semakin luas. Dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan akan meminimalkan ancaman disintegrasi bangsa. Otonomi daerah ditetapkan melalui Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998.

         Kebebasan berpolitik dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik. Mulai awal keputusan kebebasan mendirikan  partai politik hingga menjelang pemilihan umum, tercatat yang berhak mengikuti Pemilihan Umum sebanyak 48 partai. Dalam hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah mencabut larangan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.

         Pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak, sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan Surat Izin Terbit.

d. Pelaksanaan Pemilu 1999

Pemilu 1999 adalah penyelenggaraan pemilu multipartai (yang diikuti oleh 48 partai politik). Sebelum menyelenggarakan pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang partai politik, tentang pemilu, dan tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum  (KPU) yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil partai politik dan wakil pemerintahan. Dengan masa  persiapan yang tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu 1999 ini dapat dikatakan sesuai dengan jadwal, 7 Juni 1999.

Tidak seperti yang diprediksi dan dikhawatirkan oleh banyak pihak, ternyata pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai tanpa ada kekacauan yang berarti meski diikuti partai yang jauh lebih banyak, pemilu kali ini juga mencatat masa kampanye yang relatif damai dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Pemilu 1999, dinilai oleh banyak pengamat sebagai pemilu yang paling demokratis dibandingkan 6 kali pelaksanaan pemilu sebelumnya.

e. Pelaksanaan Referendum Timor-Timur

Satu peristiwa penting yang terjadi yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden B.J Habibie diadakannya Referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menyelesaikan permasalahan Timor-Timur yang merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya. Harus diakui bahwa integrasi Timor-Timur (Tim-Tim) ke wilayah RI tahun 1975 yang dikukuhkan oleh TAP MPR No. VI/M7PR/1978, atas kemauan sebagian warga Timor-Timur tidak pernah mendapatkan pengakuan internasional.

Di berbagai forum internasional posisi Indonesia selalu dipojokkan. Sebanyak 8 resolusi Majelis Umum PBB dan 7 resolusi Dewan Keamanan PBB telah dikeluarkan. Dalam perundingan Tripartit Indonesia menawarkan gagasan segar, yaitu otonomi yang luas baik Timor-Timur. Gagasan yang disetujui oleh Portugal namun dengan prinsip yang berbeda, yaitu otonomi yang luas ini sebagai solusi antara (masa transisi antara 5-10 tahun) bukan solusi akhir seperti yang ditawarkan Indonesia.

Karena itu, melalui kajian yang mendalam dan setelah berkonsultasi dengan Pimpinan DPR dan Fraksi-fraksi DPR, pemerintah menawarkan alternatif lain. Jika mayoritas masyarakat Timor-Timur menolak Otonomi Luas dalam sebuah “jajak pendapat”, maka adalah wajar dan bijaksana bahan demokratis dan konstitusional, jika pemerintah mengusulkan Opsi kedua kepada Sidang Umum MPR, yaitu mempertimbangkan pemisahan Timor-Timur dari NKRI secara damai, baik-baik dan terhormat. Rakyat Timor-Timur melakukan jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 sesuai degan persetujuan New York.  Hasil jajak pendapat yang diumumkan PBB pada 4 September 1999, adalah 78,5% memilih merdeka dan 21,5% tetap ingin menjadi bagian Indonesia.

f. Reformasi Bidang Ekonomi

Kebijakan ekonomi Presiden B.J Habibie dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari Dana Moneter Internasional yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk. Reformasi ekonomi mempunyai tiga tujuan utama yaitu:

1.    Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan.

2.    Memperkuat basis sektor riil ekonomi.

3.    Menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat krisis.

Secara perlahan Presiden Habibie berhasil membawa perekonomiannya melangkah kearah yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk, ketika terjadinya peralihan kepemimpinan nasional dari Soeharto kepada Habibie. Pemerintahan Habibie berhasil menurunkan laju inflasi dan distribusi kebutuhan pokok mulai kembali berjalan dengan baik. Selain itu, yang paling signifikan adalah nilau tukar rupiah mengalami penguatan secara simultan hingga menyentuh Rp. 6.700,-/dolar AS pada bulan Juni 1999. Padahal pada bulan yang sama tahun sebelumnya masih sekitar Rp. 15.000,-/dolar AS. Meski saat naiknya eskalasi menjelang Sidang Umum MPR Rupiah sedikit melemah mencapai Rp. 8000,-/dolar AS.

B.     Periode Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid

Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden tidak terlepas dari keputusan MPR yang menolak laporan pertanggung jawaban Presiden B.J Habibie. Berkat dukungan partai-partai Islam yang tergabung dalam Poros Tengah, Abdurrahman Wahid mengungguli calon presiden lain yakni Megawati Soekarno Putri dalam pemilihan presiden yang dilakukan melalui pemungutan suara dalam rapat paripurna ke-13 MPR.

Di awal pemerintahannya Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan dua departemen yakni Departemen Penerangan dan Departemen Sosial dengan alasan perampingan struktur pemerintahan. Pembubaran Departemen Penerangan dan Sosial diiringi dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut melalui Keputusan Presiden No. 355/M tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999.

a. Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan

Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 8 Agustus 2000. Amandemen tersebut berkaitan dengan susunan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Amandemen ini sekaligus mengubah pelaksanaan proses pemilihan umum berikutnya yakni pemilik hak suara dapat memilih langsung wakil-wakil mereka di tiap tingkat Dewan Perwakilan tersebut. Selain amandemen tersebut, upaya reformasi di bidang hukum dan pemerintahan juga menyentuh institusi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas unsur TNI dan Polri. Pemisahan TNI dan Polri juga merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi masing-masing unsur tersebut. TNI dapat memfokuskan diri dalam menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia dari ancaman kekuatan asing, sementara Polri dapat lebih berkonsentrasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban.

Pencapaian lain pemerintahan Abdurrahman Wahid adalah pemulihan hak minoritas keturunan Tionghoa untuk menjalankan keyakinan mereka yang beragama Konghucu melalui Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai pemulihan hak-hak sipil penganut. Pada masa pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid berupaya mengurangi campur tangan negara dalam kehidupan umat beragama namun di sisi lain ia justru mengambil sikap yang berseberangan dengan sikap partai politik pendukungnya terutama dalam kasus komunisme dan masalah Israel. Sikap Presiden Abdurrahman Wahid yang cenderung mendukung pluralisme dalam masyarakat termasuk dalam kehidupan beragama dan hak-hak kelompok minoritas merupakan salah satu titik awal munculnya berbagai aksi penolakan terhadap kebijakan dan gagasan-gagasannya.

Dalam kasus komunisme, Presiden Abdurrahman Wahid melontarkan gagasan kontroversial yaitu gagasan untuk mencabut Tap.MPRS No.XXV tahun 1966 tentang larangan terhadap Partai Komunis Indonesia dan penyebaran Marxisme dan Leninisme. Gagasan tersebut mendapat tantangan dari kalangan Islam termasuk Majelis Ulama Indonesia dan tokoh-tokoh organisasi massa dan partai politik Islam. Berbagai reaksi tersebut membuat Presiden Abdurrahman Wahid mengurungkan niatnya untuk membawa rencana dan gagasannya ke Sidang Tahunan MPR tahun 2000.

Selain masalah komunisme, benturan Presiden Abdurrahman Wahid dengan organisasi massa dan partai politik Islam yang notabene justru menjadi pendukungnya saat ia terpilih menjadi presiden adalah gagasannya untuk membuka hubungan dagang dengan Israel, Gagasannya tersebut mendapat tantangan keras mengingat Israel adalah negara yang menjajah dan telah banyak melakukan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap warga Palestina yang mayoritas beragama Islam. Membuka hubungan dagang dengan Israel sama saja dengan melanggar apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang menyerukan agar penjajahan di atas dunia dihapuskan.

Kemudian, pada 1 Februari 2001 DPR menyetujui dan menerima hasil kerja Pansus. Keputusan tersebut diikuti dengan dengan memorandum yang dikeluarkan DPR berdasarkan Tap MPR No. III/MPR/1978 Pasal 7 untuk mengingatkan bahwa presiden telah melanggar haluan negara yaitu melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan dan melanggar Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas KKN. (Gonggong & Asy'asri ed,2005:221) Presiden Abdurrahman Wahid tidak menerima isi memorandum tersebut karena dianggap tidak memenuhi landasan konstitusional. DPR sendiri kembali mengeluarkan memorandum kedua dalam rapat paripurna DPR yang diselenggarakan pada tanggal 30 April 2000. Rapat tersebut memberikan laporan pandangan akhir fraksi-fraksi di DPR atas tanggapan presiden terhadap memorandum pertama.

Ketegangan antara pendukung presiden dan pendukung diselenggarakannya Sidang Istimewa MPR tidak menyurutkan niat DPR untuk menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR. Presiden sendiri menganggap bahwa landasan hukum memorandum kedua belum jelas. DPR akhirnya menyelenggarakan rapat paripurna untuk meminta MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR. Pada tanggal 21 Juli 2001 MPR menyelenggarakan Sidang Istimewa yang dipimpin oleh ketua MPR Amien Rais. Di Sisi lain Presiden Abdurrahman Wahid memuaskan bahwa ia tidak akan mundur dari jabatan presiden dan sebaliknya menganggap bahwa sidang istimewa tersebut melanggar tata tertib MPR sehingga tidak sah dan ilegal.

Menyadari posisinya yang terancam, presiden selanjutnya mengeluarkan Maklumat Presiden tertanggal 22 Juli 2001. Maklumat tersebut selanjutnya disebut Dekrit Presiden. Secara umum, dekrit tersebut berisi tentang pembekuan MPR dan DPR RI, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mempersiapkan pemilu dalam waktu satu tahun dan menyelamatkan gerakan reformasi dari hambatan unsur-unsur Orde Baru sekaligus membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung. Namun isi dekrit tersebut tidak dapat dijalankan terutama karena TNI dan Polri yang diperintahkan untuk mengamankan langkah-langkah penyelamatan tidak melaksanakan tugasnya. Seperti yang dijelaskan oleh Panglima TNI Widodo AS, sejak Januari 2001 , baik TNI maupun Polri konsisten untuk tidak melibatkan diri dalam politik praktis.

Sikap TNI dan Polri tersebut turut memuluskan jalan bagi MPR untuk kembali menggelar Sidang Istimewa dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi atas pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid yang dilanjutkan dengan pemungutan suara untuk menerima atau menolak Rancangan Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid dan Rancangan Ketetapan MPR No. III/MPR/2001 tentang penetapan Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden Republik Indonesia. Seluruh anggota MPR yang hadir menerima dua ketetapan tersebut. Presiden dianggap telah melanggar haluan negara karena tidak hadir dan menolak untuk memberikan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR termasuk penerbitan Maklumat Presiden RI. Dengan demikian MPR memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan mengangkat Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri sebagai presiden kelima Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001.

C.    Periode Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri

Presiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong. Kabinet ini memiliki lima agenda utama yakni membuktikan sikap tegas pemerintah dalam menghapus KKN, menyusun langkah untuk menyelamatkan rakyat dari krisis yang berkepanjangan, meneruskan pembangunan politik, mempertahankan supremasi hukum dan menciptakan situasi sosial kultural yang kondusif untuk memajukan kehidupan masyarakat sipil, menciptakan kesejahteraan dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan keamanan dan hak asasi manusia. Hingga akhir pemerintahan Presiden Megawati, masih banyak kasus KKN yang ada belum dapat diselesaikan.

a. Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan

Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, MPR kembali melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 10 November 2001. Amandemen tersebut meliputi penegasan Indonesia sebagai negara hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Salah satu perubahan penting terkait dengan pemilihan umum adalah perubahan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat dan mulai diterapkan pada pemilu tahun 2004. Dengan demikian rakyat akan berpartisipasi dalam pemilihan umum untuk memilih calon anggota legislatif, presiden dan kepala daerah secara terpisah. Hal lain yang dilakukan terkait dengan reformasi di bidang hukum dan pemerintahan adalah pembatasan wewenang MPR, kesejajaran kedudukan antara presiden dan DPR yang secara langsung menguatkan posisi DPR, kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), penetapan APBN yang diajukan oleh presiden dan penegasan wewenang BPK.

Salah satu bagian penting amandemen yang dilakukan MPR terkait upaya pemberantasan KKN adalah penegasan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan independen untuk menyelenggarakan peradilan yang adil dan bersih guna menegakkan hukum dan keadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. Amandemen ini memberikan kekuatan bagi penegak hukum untuk menembus birokrasi yang selama ini disalahgunakan untuk mencegah penyelidikan terhadap tersangka kejahatan terlebih jika sebuah kasus menimpa pejabat pemerintah yang tengah berkuasa. Upaya lain untuk melanjutkan cita-cita reformasi di bidang hukum adalah pencanangan pembentukan Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya tanggal 1 7 Agustus 2003.

Selain beberapa amandemen terkait masalah hukum dan pemerintahan, pemerintahan Presiden Megawati juga berupaya melanjutkan upaya reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Pers dan Undang-undang Penyiaran. Dilihat dari Sisi kebebasan mengeluarkan pendapat, keberadaan kedua undang-undang tersebut berdampak positif namun di Sisi lain berbagai media yang diterbitkan oleh partai-partai politik dan LSM sering kali melahirkan polemik dan sulit dikontrol oleh pemerintah.

b. Reformasi Bidang Ekonomi

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1998 belum dapat dilalui oleh dua presiden sebelum Megawati sehingga pemerintahannya mewarisi berbagai persoalan ekonomi yang harus dituntaskan. Masalah ekonomi yang kompleks dan saling berkaitan menuntut perhatian pemerintah untuk memulihkan situasi ekonomi guna memperbaiki kehidupan rakyat. Wakil Presiden Hamzah Haz menjelaskan bahwa pemerintah merancang paket kebijakan pemulihan ekonomi menyeluruh yang dapat menggerakkan sektor riil dan keuangan agar dapat menjadi stimulus pemulihan ekonomi.

Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa reformasi yaitu Tap MPR RI No. IV/ MPR/1999 tentang garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004. Sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004, arah kebijakan penyelenggaraan negara harus dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) lima tahun yang ditetapkan oleh presiden bersama DPR.

Minimnya kontroversi selama masa pemerintahan Megawati berdampak positif pada sektor ekonomi. Hal ini membuat pemerintahan Megawati mencatat beberapa pencapaian di bidang ekonomi dan dianggap berhasil membangun kembali perekonomian bangsa yang sempat terpuruk sejak beralihnya pemerintahan dari pemerintahan Orde Baru ke pemerintahan pada era reformasi. Salah satu indikator keberhasilan pemerintahan Presiden Megawati adalah rendahnya tingkat inflasi dan stabilnya cadangan devisa negara. Nilai tukar rupiah relatif membaik dan berdampak pada stabilnya harga-harga barang. Kondisi ini juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia yang dianggap menunjukkan perkembangan positif. Kenaikan inflasi pada bulan Januari 2002 akibat kenaikan harga dan serta berbagai bencana lainnya juga berhasil ditekan pada bulan Maret dan April 2002.

Namun berbagai pencapaian di bidang ekonomi pemerintahan Presiden Megawati mulai menunjukkan penurunan pada paruh kedua pemerintahannya. Pada pertengahan tahun 2002-2003 nilai tukar rupiah yang sempat menguat hingga Rp. 8.500,- per dolar kemudian melemah seiring menurunnya kinerja pemerintah. Di Sisi lain, berbagai pencapaian tersebut juga tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang ternyata masih banyak berada di bawah garis kemiskinan.

Popularitas pemerintah juga menurun akibat berbagai kebijakan yang tidak populis dan meningkatkan inflasi. Meningkatnya inflasi berdampak buruk terhadap tingkat inflasi riil. Diantara kebijakan tersebut adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) serta pajak pendapatan negara. (Sarwanto, 2004: 50). Selain itu, persoalan hutang luar negeri juga menjadi persoalan pada masa pemerintahan Presiden Megawati karena pembayaran hutang luar negeri mengambil porsi APBN yang paling besar yakni mencapai 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan oleh rakyat sebesar 219,4 triliun rupiah. Hal ini mengakibatkan pemerintah mengalami defisit anggaran dan kebutuhan pinjaman baru.

c. Masalah Disintegrasi dan Kedaulatan Wilayah

Pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu pekerjaan rumah pemerintah Presiden Megawati. Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya pembagian hasil sumber daya alam menjadi masalah yang berujung pada keinginan untuk melepaskan diri dari NKRI terutama beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam tetapi hanya mendapatkan sedikit dari hasil sumber daya alam mereka. Dua provinsi yang rentan untuk melepaskan diri adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua. Kebijakan represif yang diterapkan pada masa pemerintahan orde baru di kedua provinsi tersebut menjadi alat propaganda efektif bagi kelompok-kelompok yang ingin memisahkan diri.

Untuk meredam keinginan melepaskan diri kedua provinsi tersebut, Presiden Megawati melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan disintegrasi dan memperbaiki persentase pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah di kedua provinsi tersebut. Berdasarkan UU no. 1b/2001 dan UU no.21/2001 baik provinsi NAD dan Papua akan menerima 70% dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. Upaya rakyat provinsi NAD juga dilakukan dengan melakukan kunjungan kerja ke Banda Aceh pada tanggal 8 September 2001. Dalam kunjungan kerja tersebut, presiden melakukan dialog dengan sejumlah tokoh Aceh dan berpidato di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Dalam kesempatan tersebut, presiden mensosialisasikan UU no.18  tahun 2001 tentang otonomi khusus provinsi NAD. Presiden Megawati juga menandatangani prasasti perubahan status Universitas Malikussaleh Lhokseumawe menjadi universitas negeri.

Upaya Presiden Megawati untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI juga diuji saat pemerintah berusaha untuk menyelesaikan sengketa status Pulau Sipadan dan Ligitan dengan pemerintah Malaysia. Sengketa status kedua pulau tersebut tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bilateral antara pemerintah Indonesia dan Malaysia. Kedua negara sepakat untuk membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pemerintah Indonesia sejak tahun1997 telah memperjuangkan pengakuan internasional bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Namun Mahkamah Internasional pada akhirnya memutuskan bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian Malaysia. Dari 17 hakim yang terlibat dalam proses keputusan Mahkamah Internasional, satu-satunya hakim yang memberikan keputusan bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari Indonesia adalah Hakim Ad Hoc Thomas Franck yang ditunjuk oleh Indonesia. Terlepasnya Pulau Sipadan yang memiliki luas 10,4 hektar dan Pulau Ligitan yang memiliki luas 7,9 hektar merupakan pukulan bagi diplomasi luar negeri Indonesia setelah terlepasnya Timor Timur. Kasus ini juga menunjukkan lemahnya diplomasi luar negeri Indonesia saat berhadapan dengan negara lain terutama dalam sengketa perbatasan dengan negara-negara pedoman dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan saat undang-undang tersebut diberlakukan.

e. Upaya Pemberantasan KKN

Kendati berhasil melakukan berbagai pencapaian di bidang ekonomi dan politik terutama dalam menghasilkan produk undang-undang mengenai pelaksanaan ekonomi daerah, pemerintahan Presiden Megawati belum berhasil melakukan penegakkan hukum (law enforcement) berbagai kasus KKN yang diharapkan dapat diselesaikan pada masa pemerintahannya menujukan masih belum maksimalnya upaya Presiden Megawati dalam menegakkan hukum terutama kasus-kasus KKN yang melibatkan pejabat negara. Belum maksimalnya penanganan kasus-kasus tersebut juga disebabkan karena kurangnya jumlah dan kualitas aparat penegak hukum sehingga proses hukum terhadap beberapa kasus berjalan sangat lambat dan berimbas pada belum adanya pembuktian dari kasus-kasus yang ditangani. Namun keseriusan pemerintah untuk memerangi tindak pidana korupsi tercermin dari dikeluarkannya UU no. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Produk hukum tersebut merupakan produk hukum yang dikeluarkan khusus untuk memerangi korupsi.

f. Pelaksanaan Pemilu 2004

Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana untuk pertama kalinya masyarakat pemilik hak suara dapat memilih wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah secara langsung. Pemilu untuk anggota legislatif tersebut selanjutnya diikuti dengan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden yang juga dipilih langsung oleh masyarakat. Pemilu anggota legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden memiliki keterkaitan erat karena setelah pemilu legislatif selesai, maka partai yang memiliki suara lebih besar atau sama dengan 3% dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk maju ke pemilu presiden. Jika dalam pemilu presiden dan wakil presiden terdapat satu pasangan yang memperoleh suara lebih lebih dari 50%, maka pasangan tersebut dianggap sebagai pemenang pemilu presiden. Jika pada pemilu presiden tidak terdapat pasangan yang mendapat suara lebih dari 50% maka pasangan yang mendapatkan suara tertinggi dan kedua berhak mengikuti pemilu putaran kedua.

Pemilu legislatif 2004 yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti sebanyak 24 partai politik. Lima partai politik yang berhasil mendapatkan suara terbanyak oleh partai Golkar (21,58% suara), PDI-P (18,53% suara), PKB (10,57% suara), PPP (8,15% suara) dan PAN (6,44% suara). Berdasarkan perolehan suara tersebut, KPU meloloskan 5 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dianggap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan KPU no. 366 tahun 2004 untuk mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden yakni :

1.  H. Wiranto, S.H. dan Ir. H. Salahudin Wahid (Golkar)

2.  Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi (PDI-P)

3.  Prof. Dr. H.M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudohusodo  (PAN)

4.  H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla (Demokrat)

5.  Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (PPP)

Pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan calon pasangan yang mendapat suara lebih dari 50% sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam pemilu presiden putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, pasangan H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Moh. Jusuf Kalla mengungguli pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H Ahmad Hasyim Muzadi.

D.    Periode Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden pertama RI yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Susilo bambang Yudhoyono yang sering disapa SBY dan Jusuf Kalla dilantik oleh MPR sebagai presiden dan wakil presiden RI ke-6 pada tanggal 20 Oktober 2004. Terpilihnya pasangan ini mengakibatkan munculnya berbagai aksi protes mahasiswa, diantaranya aksi yang dilakukan oleh mahasiswa Univ. Udayana, Denpasar Bali, yang meminta agar presiden terpilih segera merealisasikan janji-janji mereka selama kampanye presiden. Tidak lama setelah terpilih, Presiden Bambang Susilo Yudhoyono sendiri segera membentuk susunan kabinet pemerintahannya yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu.

Sejak awal pemerintahannya Presiden Susilo bambang Yudhoyono memprioritaskan untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan pengangguran serata pemberantasan KKN yang ia canangkan dalam program 100 hari pertama pemerintahannya. Program pengentasan kemiskinan berkaitan langsung dengan upaya pemerataan dan pengurangan kesenjangan serta peningkatan pembangunan terutama di daerah-daerah yang masih tertinggal. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah bantuan langsung tunai (BLT). Pada 2006, BLT dianggarkan sebesar 18,8 triliun untuk 19,1 juta keluarga. Tahun 2007 dilakukan  BLT bersyarat bagi 500 ribu rumah tangga miskin di 7 provinsi, 51 kabupaten, 348 kecamatan. Bantuan tersebut meliputi bantuan  tetap, pendidikan, kesehatan dengan rata-rata bantuan per rumah tangga sebesar RP. 1.390.000.

Selain memfokuskan pada manusia dan rumah tangganya, program pengentasan kemiskinan juga berupaya untuk memperbaiki fisik lingkungan dan prasarananya seperti gedung sekolah, fasilitas kesehatan, jalan air bersih, dll. Program 100 hari pertama presiden juga memberikan prioritas pada peninjauan kembali RAPBN 2005, menetapkan langkah penegakkan hukum, langkah awal penyelesaian konflik di Aceh dan Papua, stimulasi ekonomi nasional dan meletakkan fondasi yang efektif untuk pendidikan nasional.

a. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Sejak krisis yang dialami bangsa pada tahun 1998, kondisi perekonomian masyarakat Indonesia belum pulih. Upaya pengentasan kemiskinan yang juga pernah dicanangkan oleh presiden sebelumnya masih belum terlaksana sepenuhnya. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya sejumlah bencana alam terutama tragedi tsunami di Aceh yang merenggut banyak korban dengan kerugian material yang sangat besar. Salah satunya adalah dengan menetapkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2005 mengenai rencana induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara.

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, upaya untuk pengentasan kemiskinan direalisasikan melalui peningkatan anggaran disektor pertanian termasuk upaya untuk swasembada pangan.  Selain berupaya memperkuat ketahanan pangan, pemerintahan  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga berupaya memperbaiki sektor pendidikan dengan cara meningkatkan anggaran pendidikan yang semula berjumlah 21,49 triliun pada tahun 2004 menjadi 50 triliun pada tahun 2007.

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan perhatian besar pada permasalahan kesejahteraan rakyat lainnya seperti sektor perumahan, pengembangan usaha kecil, peningkatan kesejahteraan PNS termasuk prajurit TNI dan Polri dan juga kesejahteraan buruh.

b. Reformasi dibidang politik dan upaya  Kesolidan Pemerintahan

Pemerintahan yang solid berpengaruh terhadap kelancaran jalannya program- program pemerintahan sehingga upaya untuk menjaga kesolidan pemerintahan menjadi slah satu faktor penting keberhasilan program pemerintah. Salah satu upaya untuk menjaga kesolidan koalisi pada masa  pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah pembentukan Sekretariat Gabungan (Setgab) antara Partai Demokrat dengan partai-partai politik lainnya yang mendukung SBY. Pembentukan Setgab juga bertujuan untuk menyatukan visi dan misi pembangunan agar arah koalisi yang dianggap SBY sesuai dengan kesepakatan bersama.

Selain itu, pemerintah juga mengupayakan reformasi birokrasi yang mengedepankan aspek transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dan menciptakan good governance. Reformasi birokrasi terbut diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah karena proses pengambilan keputusan dilakukan secara transparan dan dapat diakses oleh masyarakat terutama dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak seperti masalah kenaikan BBM dan pengambilan terhadap para koruptor.

c. Upaya menyelesaikan konflik dalam negeri

Selain berupaya untuk menjaga kedaulatan wilayah dari ancaman luar, upaya internal yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kedaulatan wilayah adalah mencegah terjadinya disintegrasi di wilayah konflik. Konflik berkepanjangan di wilayah Aceh dan Papua yang belum juga berhasil diselesaikan pada masa presiden sebelumnya, mendapat perhatian serius dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kendati telah dilakukan pendekatan baru melalui dialog pada masa pemerintahan B.J Habibie termasuk dengan mencabut status DOM yang diterapkan oleh pemerintah orde baru, namun konflik di Aceh tidak kunjung selesai. Ditingkat internasional, upaya tersebut menghasilkan Geneva Agreement (Kesepakatan Penghentian Permusuhan /Cessation of  Hostilities Agreement (CoHA)) tujuan dari kesepakatan tersebut adalah menghentikan segala bentuk pertempuran sekaligus menjadi kerangka dasar dalam upaya negosiasi damai di antara semua pihak yang berseteru di Aceh.

Selain berupaya menyelesaikan konflik Aceh melalui perundingan, Presiden Bambang Yudhoyono juga melakukan pendekatan langsung dengan masyarakat Aceh melalui kunjungan pada tanggal 26 November 2004. Dalam kunjungan tersebut, presiden SBY menerapkan pentingnya penerapan otonomi khusus Aceh sebagai sebuah otonomi yang luas. Selain konflik  di Aceh, konflik lain yang berpotensi menjadi konflik berskala luas adalah konflik bernuansa agama di Poso. Konflik yang dimulai pada tahun 1998 tersebut terus berlanjut hingga masa pemerintahan SBY. Salah satu kebijakan presiden untuk menyelesaikan konflik Poso adalah dengan mengeluarkan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 2005 tentang langkah-langkah komprehensif penanganan masalah Poso. Melalui Impres tersebut, Presiden menginstruksi untuk:

1.    Melaksanakan percepatan penanganan masalah Poso melalui langkah-langkah komprehensif, terpadu dan terkoordinasi.

2.    Mendak secara tegas setiap kasus kriminal, korupsi dan teror serta mengungkapkan jaringannya.

3.    Upaya penganganan masalah Poso dilakukan dengan tetap memperhatikan Deklarasi Malino 20 Desember 2001.

Selain konflik Aceh dan Poso, konflik lain yang mendapat perhatian serius pemerintah adalah konflik di Papua. Seperti halnya konflik Aceh, upaya untuk menyelesaikan konflik di Papua juga mengedepankan aspek dialog dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terkait dengan itu, presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengeluarkan kebijakan otonomi khusus bagi Papua.

d. Pelaksanaan pemilu 2009

Berbagai pencapaian pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono meningkatkan popularitas dan kepercayaan masyarakat kepadanya. Transparansi dan partisipasi masyarakat juga menjadi faktor penting yang berperan sebagai modal sosial dalam pembangunan termasuk adanya sinergi antara pemerintah dengan dunia usaha dan perguruan tinggi. Berbagai pencapaian pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disaksikan langsung oleh masyarakat menjadi modal bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali maju sebagai calon presiden pada pemilu presiden tahun 2009. Berpasangan dengan seorang ahli ekonomi yakni Boediono, Presiden SBY berhasil mendapatkan kembali mandat dari rakyat untuk memimpin Indonesia untuk masa pemerintahan berikutnya.

e. Euforia Berdemokrasi: Demokrasi Masa Reformasi

Reformasi 1998 yang menumbangkan pemerintahan Orde baru memberikan ruang seluas-luasnya bagi perubahan sistem dan penerapan demokrasi di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru yang sangat sentralistik menimbulkan kesenjangan terutama bagi wilayah-wilayah yang dianggap kang mendapat perhatian.

Ketika pemerintah Orde Baru tumbang, keinginan untuk mendapatkan ruang politik dan pemerintahan untuk mengatur wilayah sendiri menjadi keinginan masyarakat di daerah- darah yang pada akhirnya melahirkan Undang-undang otonomi daerah. Pembagian hasil eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah juga disesuaikan dengan kebutuhan daerah.

Di bidang pers, euforia juga melahirkan sejumlah media massa baru yang lebih bebas menyuarakan berbagai aspirasi masyarakat. Namun, kebebasan dibidang pers harus tetap memperhatikan aspek-aspek keadilan dan kejujuran dalam menyebarkan berita.

Pemerintahan SBY-Boediono berakhir disebabkan masa jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI telah habis. Pada tanggal 9 Juli 2014 dilaksanakan pemilu untuk memilih presiden dan wakil Presiden RI untuk masa bakti 2014-2019. Pemilu 2014 ini dimenangi oleh pasangan Joko Widodo- Jusuf Kalla.

E.     Periode Pemerintahan Presiden  Joko Widodo

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014. Sebelum menjabat sebagai presiden, presiden Joko Widodo pernah menjabat sebagai Wali Kota Surakarta dan Gubernur DI Jakarta.

Dalam pemerintahannya Joko Widodo dan wakil Presiden Jusuf Kalla mengusung visi revolusi mental sebagai berikut.

a.       Mengubah mind set, yaitu cara berpikir dan cara pandang dalam melakukan public service

b.      Struktur organisasi harus ramping dan tidak boleh ada orang-orang dalam pemerintahan yang memiliki ungsi ganda

c.       Kultur dan budaya kerja harus disiplin, tanggung jawab, mengedepankan kebersamaan dan gotong royong.

Salah satu janji Presiden Joko Widodo ketika masa kampanye Pilpres 2014 adalah membentuk kabinet profesional dan mengurangi bagi-bagi kursi menteri dengan mitra koalisi. Presiden Joko Widodo juga menyatakan adanya sistem seleksi mirip lelang jabatan yang pernah ia terapkan dalam menyeleksi calon jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Kebijakan ekonomi pertama yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akibat naiknya harga minyak dunia. Kenaikan BBM berdampak pada kenaikan bahan-bahan pokok dan tarif kendaraan umum yang cukup meresahkan rakyat.

Dibidang kelautan, Presiden Joko Widodo menginstruksikan perlakuan keras terhadap pencurian ikan ilegal. Ia meminta diadakan razia dan memberikan sanksi beberapa penenggelaman kapal asing yang melanggar aturan. Sementara itu Joko Widodo membagikan 1.099 unit traktor tangan di Subang dengan harapan dapat menggenjot produksi petani.


BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan:

1.      Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya reformasi adalah :

Bank Indonesia tidak mampu membendung nilai rupiah yang semakin merosot sehingga pada bulan Januari 1998 nilai tukar rupiah telah mencapai Rp 17.000,00/US$. Kondisi ini berdampak pada jatuhnya bursa saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, dan likuidasi beberapa bank nasional. Munculnya krisis moneter sejak tahun 1997 berdampak pada perekonomian masyarakat Indonesia dan dunia usaha. Turunnya rupiah menyebabkan pasar uang dan pasar modal terpuruk. Sejumlah perusahaan baik skala besar maupun skala kecil mengalami kebangkrutan yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Peristiwa 27 Juli 1996 adalah kerusuhan dan perusakan gedung DPD-PDI yang membawa korban jiwa. Pertikaian politik terus berlangsung sepanjang tahun 1996 dan meluas ketika hasil pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 29 Mei 1997 memberi kemenangan mutlak pada Golkar.

2.      Perkembangan politik dan ekonomi pada masa tiap-tiap presiden yang pernah di Indonesia :

Pada pemerintahan B.J. Habibie beliau membentuk kabinet bernama Kabinet Reformasi dan pembangunan Pemerintahan Habibie berhasil menurunkan laju inflasi dan distribusi kebutuhan pokok mulai kembali berjalan dengan baik. Pada Periode Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid beliau mengadakan pemulihan hak minoritas keturunan Tionghoa untuk menjalankan keyakinan mereka yang beragama. Pada Periode Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri melanjutkan upaya reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Pers dan Undang-undang Penyiaran. Pada Periode Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengupayakan reformasi birokrasi yang mengedepankan aspek transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dan menciptakan good governance. Dan pada Periode Pemerintahan Presiden  Joko Widodo berlaku keras terhadap pencurian ikan ilegal seperti mengadakan razia dan memberikan sanksi berupa penenggelaman kapal asing yang melanggar aturan.


DAFTAR PUSTAKA

 

Shifa, Mutiara. 2015. Sejarah Indonesia. Klaten: Intan Pariwara

Kemendikbud. 2015. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kemendikbud

Rahata, Ringgo, dkk. 2018. Sejarah Indonesia. Klaten: Intan Pariwara

Wikipedia. “Sejarah Indonesia (1998–sekarang)” https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1998-sekarang), diakses pada 10 Januari 2019

Sarah.Aira. “Reformasi ekonomi dan politik”. http://sarahhifis29.blogspot.com/2012/05/reformasi-ekonomi-dan-politik.html, diakses pada 12 Januari 2019

Academia. “Politik Dan Ekonomi Indonesia pada Masa Reformasi”. https://www.academia.edu/28739599/Politik_Dan_Ekonomi_Indonesia_pada_Masa_Reformasi, diakses pada 12 Januari 2019

 

0 komentar:

Post a Comment